PapuaKini - Upaya pemerintah Indonesia membentuk Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Provinsi Papua Barat (UP4B) guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Amerika Serikat. Pasalnya Amerika menilai dengan kehadiran UP4B ini dapat meluruskan simpul-simpul UU Otsus yang selama ini tidak jalan, sehingga kehadiran UP4B ini diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat Papua. Apresiasi Amerika terhadap keberadaan UP4B ini terungkap dalam Sidang Working Group Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB. UPR adalah mekanisme pelaporan di Dewan HAM PBB yang dilakukan setiap 4 tahun oleh 194 negara anggota PBB.
Sekedar diketahui sedikitnya 14 negara menyoroti pelanggaran HAM di Papua, yang dalam empat tahun terakhir sangat intens terjadi. Mereka juga menanyakan sejumlah kasus kekerasan yang terjadi, tapi aktor dan pelakunya tidak pernah terungkap.
“Papua menjadi salah satu isu yang dipertanyakan oleh 14 negara dalam sidang Sidang Working Group Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB. UPR adalah mekanisme pelaporan di Dewan HAM PBB yang dilakukan setiap 4 tahun oleh 194 negara anggota PBB. Indonesia pertama kali direview laporan UPR pada tahun 2008,” ujar Direktur Eksekutif LSM Pemerhati HAM Imparsial Poengki Indarti, melalui pesan elektroniknya kepada Bintang Papua, Senin 28 Mei. Ke-14 negara tersebut adalah Kanada, Australia, Jepang, Norwegia, Korea Selatan, Prancis, Jerman, Swiss, Meksiko, Selandia Baru, Spanyol, Inggris, Amerika Serikat dan Italia.” Ini adalah peningkatan yang sangat signifikan, jika dibandingkan dengan tahun 2008 ketika lima negara (Jerman, Prancis, Kanada, Belanda dan Inggris) juga mempertanyakan masalah pelanggaran HAM di Papua,”paparnya.
Amerika Serikat sendiri mengapresiasi dibentuknya Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua, akan tetapi AS juga mempertanyakan terjadinya pelanggaran HAM dan dibatasinya akses masuk Papua bagi jurnalis dan masyarakat internasional. Merekomendasikan penegakan hukum terhadap tindak kekerasan yang dilakukan TNI dan POLRI, serta mengakhiri penggunaan pasal-pasal makar untuk membungkam kebebasan berekspresi dan mengevaluasi kembali penerapan pasal-pasal tersebut kepada para terpidana yang dipidana akibat menyuarakan pemikirannya.
Inggris menyoroti Kekerasan aparat meningkat di Papua. Tahun 2008 juga mempertanyakan tentang Papua. Tahun 2012 mendukung upaya Pemerintah Indonesia untuk menghentikan kekerasan di Papua.
Swiss Mengapresiasi pernyataan Pemerintah untuk menyelenggarakan Dialog dengan rakyat Papua juga menanyakan Kekerasan aparat terhadap tahanan/napi di Papua. Dan Merekomendasikan dihentikannya kekerasan oleh aparat dan memproses hukum para pelaku.
Kanada menyoroti Stigmatisasi, intimidasi dan serangan terhadap para Pembela HAM di Papua yang menyuarakan kebebasan berekspresi dengan cara damai.
Tahun 2008 juga mempertanyakan tentang Papua. Kanada Merekomendasikan perlindungan terhadap Para Pembela HAM dan tidak menggunakan stigma, intimidasi serta serangan terhadap mereka yang menyuarakan kebebasan berekspresi. Kanada juga merekomendasikan agar Pemerintah RI mereview peraturan-peraturan yang digunakan untuk menghambat ekspresi politik, khususnya pasal 106 dan 110 KUHP tentang makar, dan membebaskan tahanan/narapidana yang dipidana akibat menyuarakan pemikiran politiknya secara damai.
Norwegia menanyakan Kekerasan terhadap Para Pembela HAM di Papua dan kemudian
Merekomendasikan kepada Pemerintah RI untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap para Pembela HAM dan meratifikasi Konvensi ILO No. 169 tentang Masyarakat Adat.
Korea Selatan menyoroti Kekerasan terhadap Para Pembela HAM dan Pelanggaran HAM di Papua lalu Merekomendasikan agar Pemerintah RI memberikan perlindungan terhadap Para Pembela HAM dan memperbaikki situasi HAM di Papua.
Jepang menanyakan Pelanggaran HAM di Papua yang dilakukan aparat TNI dan POLRI, serta berlangsungnya impunitas di sana. Kemudian Merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia segera menghentikan pelanggaran HAM di Papua dan memproses pidana para pelaku.
Prancis menyoroti Kekerasan aparat di Papua terhadap para Pembela HAM dan masyarakat adat.Tahun 2008 juga mempertanyakan tentang Papua. Tahun 2012 merekomendasikan agar Pemerintah RI menjamin masyarakat sipil dan jurnalis memperoleh akses masuk ke Papua dengan mudah.
Jerman meminta Dialog antara pemerintah dan masyarakat Papua segera digelar, juga
Mendesak dibebaskannya Filep Karma dan tahanan/narapidana politik. Serta menuntaskan Pelanggaran HAM berat. Tahun 2008 juga mempertanyakan tentang Papua.
Tahun 2012 merekomendasikan peradilan yang fair untuk para pelaku pelanggaran HAM di Papua dan memberikan akses masuk ke Papua kepada Palang Merah Internasional.
Meksiko menyoroti Pelanggaran HAM di Papua dan Merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia mengundang Kelompok Kerja PBB untuk Penghilangan Paksa, Ahli Independen PBB untuk isu Minoritas, Pelapor Khusus PBB untuk Masyarakat Adat dan Pelapor Khusus PBB untuk Hak atas Makanan, agar datang mengunjungi Indonesia, khususnya ke Papua.
Selandia Baru Mengapresiasi terbentuknya UP4B dan tekad Pemerintah untuk mengubah pendekatan keamanan menjadi kesejahteraan. Tetapi Selandia Baru masih menyoroti tentang pelanggaran HAM yang dilakukan TNI dan POLRI Merekomendasikan pendidikan HAM untuk TNI dan POLRI dan melakukan review secara berkala Australia menyoroti Akses tertutup ke Papua lalu Merekomendasikan terbukanya akses bagi organisasi media nasional dan internasional, bekerjasama dengan Komisi Tinggi HAM PBB dan Palang Merah Internasional.
Spanyol mempersoalkan Pelanggaran HAM, terutama penyiksaan, yang dilakukan aparat
Dan Merekomendasikan proses hukum bagi aparat keamanan yang melakukan pelanggaran HAM
Italia Mempertanyakan pelaksanaan UU Otonomi Khusus 2001
Merekomendasikan agar Pemerintah RI memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan UU Otsus.
Menanggapi review dari 14 negara tersebut, Pemerintah Indonesia, kata Poengki, menyatakan untuk mengoptimalisasi penerapan UU Otonomi Khusus dan mempercepat pembangunan di Papua dan Papua Barat, maka Pemerintah telah membentuk sebuah unit bernama UP4B berdasarkan Perpres 65/2011 dan 66/2011. “Unit ini telah memformulasikan beberapa program cepat untuk meningkatkan ketahanan pangan, pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi kerakyatan, pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar. Terkait impunitas, Pemerintah menanggapi bahwa situasi saat ini tidak seperti yang terjadi di masa lalu, dimana anggota TNI dan POLRI yang terlibat kasus-kasus kekerasan menikmati impunitas. Saat ini para pelaku telah diproses di pengadilan,”terangnya.
Meningkatnya pertanyaan tentang Papua di forum UPR, menunjukkan bahwa perhatian internasional semakin meningkat. “Kami berkesimpulan bahwa munculnya berbagai rekomendasi terkait Papua tersebut tak bisa dipungkiri akibat adanya fakta lemahnya pemenuhan dan perlindungan terhadap HAM di Papua, yang kemudian memicu keprihatinan dunia internasional. Semua rekomendasi yang diterima oleh Indonesia dari komunitas Internasional adalah sangat penting karena menyangkut kredibilitas Indonesia dalam perlindungan dan pemenuhan HAM. Adanya tindak lanjut yang segera guna menyelesaikan berbagai persoalan HAM ada menjadi suatu keharusan,”jelasnya.
Jika dicermati lebih lanjut dalam proses UPR khususnya yang menyangkut Papua ini, Imparsial menilai bahwa; Pertama, Indonesia hanya memandang penyelesaian masalah di Papua akan selesai dilakukan dengan menggunakan pendekatan ekonomi. “ Padahal permasalahan di Papua sangat rumit dan tidak dapat disederhanakan dengan hanya menggunakan pendekatan ekonomi saja. Suara Rakyat Papua harus didengar. Rakyat Papua harus diajak berdialog,”tandasnya.
Selama Pemerintah hanya menggunakan pendekatan ekonomi (yang masih dibarengi dengan pendekatan keamanan), maka selama itu pula isu Papua akan selalu muncul di forum-forum internasional.
Kedua, Kekhawatiran Indonesia yang berlebihan terhadap Papua dengan cara tetap memberikan stigma separatis kepada orang-orang Papua, mengirim aparat keamanan di Papua dan menutup Papua dari dunia internasional, justru akan semakin menarik perhatian internasional terhadap Papua.
Ketiga, institusi TNI dan Kepolisian banyak mendapatkan sorotan karena begitu banyak kasus yang muncul disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum dan HAM di Papua.
Untuk itu Imparsial sebagai lembaga monitor HAM di Indonesia yang ikut memantau dan memastikan berjalannya berbagai rekomendasi yang telah diterima menyatakan, Mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera memenuhi janjinya menyelanggarakan dialog dengan Rakyat Papua. Pemerintah dan DPR harus segera melakukan evaluasi atas kinerja kementrian, pemerintah daerah dan aparat keamanan terkait HAM di Papua. Mendesak Komnas HAM dan Kejaksaan Agung untuk segera memproses kasus-kasus pelanggaran HAM Berat di Papua dan membawa para pelakunya ke Pengadilan HAM.(Binpa)
0 komentar:
Posting Komentar