* Ganjar Pranowo: Pelaku Penembakan Warga Jerman Harus Segera Diketahui
* Yulius: Jangan Main Tuduh Pelakunya Brewok dan Kriting
* Yulius: Jangan Main Tuduh Pelakunya Brewok dan Kriting
pelaku dan motifnya harus segera diketahui. Hal ini, demi menghindari munculnya isu-isu atau spekulasi di tingkat Internasional. “Saya lihat kejadian ini harus segera melihat dibalik cerita itu ada apa sehingga motifnya bisa diketahui , apakah ini sebenarnya sebuah kejahatan biasa saja atau kemudian ada motif yang lain. Bila ini dibiarkan terlalu lama, maka ini bisa menimbulakan spekulasi di tingkat internasional,” cetusnya menjawab pertanyaan Bintang Papua Rabu (30/05) di Kantor Walikota Jayapura.
Lebih lanjuta ia berkata, “Pasti kalau seluruh yang terjadi di Papua menjadi seksi, karena dilihat oleh dunia internasional. Kalau kita melihatnya bahwa beban tugas utamanya adalah Kepolisian. Kepolisian berarti harus cepat agar tidak terjadi cerita-cerita lainnya.” tambahnya.
Kejadian seperti ini katanya, sebenarnya tidak hanya terjadi di Papua, hanya saja kalau di Papua peristiwa apapun aka menjadi “seksi”, karena di Jakarta menurutnya juga sering terjadi aksi kriminalitas yang sampai menghilangkan nyawa seseorang, jada sebenarnya sama saja. “Jadi sebenarnya bagaimana system keamanannya bekerja.” Imbuhnya lagi.
Secara keseluruhan, Ganjar menekankan bahwa hampir seluruh system keamanan di Indonesia harus dikonsolidasikan, maka peran Polri dinilainya harus dikembalikan bukan hanya pada kiprah keamanan, tetapi lebih pada pendekatan persuasive sebagai langkah pencegahan, seperti yang telah dilakukan di Aceh.
“Apa lagi Papua ini dalam keadaan kondisi khusus, sama seperti di Aceh, yang lalu saat menjelang Pilkada ada kejadian yang sama, maka Polri lebih baik melakukan tindakan pencegahan dibanding mengambil kiprah pengamanan.” ujarnya.
Sementara itu a danya dugaan cirri- ciri brewok dan kriting dari pelaku penembakan terhadap Dietmar Pieper (55) seorang ilmuwan berkewargaan Jerman di kawasan wisata Pantai Base-G, Distrik Jayapura Utara, Selasa (29/5) pukul 11.30 WIT sebagaimana disampaikan Eva Medina, istri korban menuai kritik pedas dari Sekretaris Komisi A DPRP Yulius Miagoni, SH. Menurut dia, pihaknya menolak keras setiap terjadi aksi kriminal seperti penembakan dan kekerasan, maka aparat keamanan maupun pejabat pemerintahan terkesan memberikan stigmatisasi pelakunya orang asli Papua yang memiliki ciri ciri brewok dan keriting seolah olah Papua sudah berdiri sebagai negara berdaulat. Padahal wilayah ini masih bagian dari wilayah NKRI.
“Mereka tak sadar orang asli Papua yang melakukan aksi kriminal adalah juga kesalahan sistim keamanan di negara Indonesia sehingga bila pelakunya orang asli Papua pemerintah selalu tak merasa bersalah,”katanya saat dikonfirmasi Bintang Papua di ruang kerjanya, Rabu (30/5).
Lanjutnya, “Siapapun pelaku penembakan tak perlu dibeda bedaka, tetap negara Indonesia bertanggungjawab terhadap keamanan warga negara diseluruh Indonesia, termasuk keamanan warga negara asing,” kata dia.
Karenanya, pihaknya menghimbau kepada Kapolda Papua dan Pangdam XVII/Cenderwasih maupun seluruh pejabat negara apabila terjadi aksi kriminal tak perlu cuci tangan serta melempar tuduhan pelakunya orang asli Papua.
“Buktikan dan tunjukkan dasar hukumnya, bila setiap kejadian pelakunya orang asli Papua, padahal kendatipun peristiwa tersebut dilakukan di wilayah Pegunungan Papua yang terisolir tetap kesalahan jatuh di negara Indonesia,” tukasnya.
Setiap peristiwa yang terjadi terkesan ada pembiaran dan bila aparat tak segera menangkap pelaku penembakan warga Jerman, kata dia, pihaknya menolak menanggapinya. Pasalnya, setiap terjadi peristiwa kriminal praktis aparat mengalami kesulitan mengungkap pelaku maupun motifnya.
“Kami sepertinya bingung setiap kasus penembakan atau penganiayaan yang terjadi di Papua seakan akan jarang terungkap. Padahal bila peristiwa itu terjadi di Jakarta atau di luar wilayah Papua seperti peledakan bom yang sudah meledak dan berabu dapat dilacak sampai mengtahui siapa yang membuat dan merancang bom tersebut.
“Apa memang betul di Papua itu susah terungkap atau ada indikasi lain,” tuturnya.
Ditanya indikasi kuat orang terlatih melakukan penembakan terhadap pria Jerman yang diduga intelejen asing yang tengah memantau situasi terkini Papua, lanjutnya, tugas aparat keamanan untuk mengungkap pelalu sekaligus motifnya. “Kami masyarakat sipil yang tak punya kapasitas dan keahlian untuk mendeteksi kegiatan yang dilakukan korban di Papua,” imbuhnya.
Hak senada juga diungkapkan, Wilson Uruwaya Ketua III Dewan Nasional Papua (DNP-NRFPB). Saat menghubungi Bintang Papua, Wilson mengatakan, sangat menyanyangkan pemberitaan media yang terlalu dini menuduh orang Papua sebagai pelakunya dengan menyebut ciri-ciri brewok dan berambut kriting.
Sebab menurutnya, belum tentu tuduhan itu benar kecuali kalau pelakunya sudah tertangkap polisi barulah dapat dipastikan. “ Karena para saksi sendiri masih ada perdebatan, ada yang menyebut pelakunya orang Papua seperti ciri-ciri yang disebutkan, tapi ada juga yang menyebutkan orang pendatang hanya rambutnya sengaja dikriting menyerupai orang Papua,”katanya.
Ketika ditanya bahwa itu berdasarkan keterangan istri korban sebagai saksi mata, dikatakan itu belum tentu benar. “Saya juga meragukan apakah istri korban betul bicara seperti itu, karena sampai tengah malam kami ikut pantau di RSUD Dok II dan dia sulit ditemui,”katanya.
Dikatakan, adanya tuduhan yang terlalu dini ini, sama halnya merusak citra orang Papua dengan stigma orang Papua itu OPM dan suka bunuh orang. “Dan itu yang kami tidak suka,”katanya.
Ditanya soal motif, dikatakan ada beberapa kemungkinan, pertama ada pihak yang memang tidak suka Papua aman lalu sengaja menciptakan itu. Bisa juga pelakunya punya kepentingan lain yaitu tidak mau Papua dicampuri pihak Asing dan pihak asing bicara soal Papua. (Binpa)
0 komentar:
Posting Komentar