PapuaKini - Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia Els-HAM Papua menilai teror penembakan warga sipil di Kota Jayapura yang hingga kini pelakunya belum terungkap, diduga sengaja dirancang untuk memberikan stigma, orang asli Papua anarkis dan bisa membunuh siapa saja, pasalnya, seluruh korban penembakan adalah kaum pendatang.
“Semua korban adalah pendatang alias non Papua, ini sengaja diciptakan agar dunia luar mencap orang Papua yang melakukan pembunuhan. Sekaligus membelokan perjuangan Papua yang damai kearah kekerasan,’’ ujar Ferdinan Marisan Direktur Elsam Papua di Kantor Elsham Papua, Selasa (12/6). Ia juga menambahkan, serangkaian aksi terror penembakan terjadi, disaat dunia internasional sedang memberikan perhatian terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua.
Serangkaian kekerasan sengaja diciptakan, tercermin dari penyataan Kepala BIN Marciano Norman, yang sudah langsung menuding OPM sebagai pelaku terror, padahal Polisi belum menangkapnya. ‘’Belum apa-apa sudah langsung menuding OPM, padahal polisi masih melakukan pengusutan,’’ tukasnya.
Intinya lanjut Marisan adalah pengalihan isu yang dirancang sedemikian, sementara aparat kepolisian tidak dapat bertindak secara profesional, malah terkesan pembiaran, padahal kasus teror yang terjadi di Kota Jayapura perlu segera disikapi secara profesional dalam rangka mencegah terjadinya kekerasan terhadap warga sipil. Elsham dalam rekomendasinya menyebutkan, Polda Papua harusnya mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap pihak pihak yang diduga terlibat dalam berbagai aksi kekerasan dan pelanggaran HAM selama ini.
Untuk semua pihak, institusi Pemerintah, masyarakat sipil maupun individu, jangan mendahului memberikan kesimpulan tentang berbagai kejadian yang terjadi, namun kita semua memberikan kepada kesempatan kepada aparat Kepolisian Polda Papua dan jajarannya untuk secepatnya menuntaskan proses investigasi yang komprehensif terhadap pihak- pihak yang terlibat dalam berbagai aksi kekerasan, terutama kepada inisiator dan perencana dan jangan hanya sebatas menangkap eksekutor belaka, sebagaimana yang terjadi selama ini.
ELSHAM juga mencatat sedikitnya ada 20 kasus kekerasan dan penembakan serta teror yang dilakukan OTK maupun aparat keamanan terhitung April 2012, dimana instensitasnya meningkat tajam. Elsham juga merelease sejumlah kasus kekerasan di Papua. Antara lain, penyiksaan dan penangkapan sewenang wenang. Dicontohkan pada 30 april 2012, sedikitnya 42 orang telah mengalami penyiksaan dilembaga pemasyarakatan Klas II A Abepura.
Pada 2 mei 2012, Trejolih Wenda ditembak oleh orang tak dikenal (OTK) di depan Korem Abepura, korban meninggal setelah menjalani perawatan di RS. Dian Harapan. Pada 2 mei, sertu Arif, anggota Densipur X dianiaya sekelompok orang disamping balai bahasa Jayapura. 3 Mei serta sejumah kasus kekerasan lainnya.
Hal senada juga diungkapkan Aktivitas HAM Papua Pastor Yohanes Jonga, ia menuding pelaku penembakan di Kota Jayapura adalah kelompok terlatih yang memiliki kemampuan cukup besar, sehingga aparat keamanan kesulitan mengungkapnya.
“Pelaku serangkaian penembakan pasti kelompok terlatih, mereka bertujuan membuat masyarakat resah dan takut. Sementara kekuatan-kekuatan yang ada pada masyarakat sudah hancur, rusak dan tidak ada saling percaya lagi sekarang,’’papar Pastor Yohanes Jonga peraih penghargaan Yap Thiam Hien tahun 2009 itu.
Pastor Jonga menuding, serangkaian kekerasan yang terjadi di Kota Jayapura sengaja diciptakan Jakarta. ‘’Jakarta selalu menjadikan Papua ini proyek, untuk kepentingan mereka,’’tukas dia.
Ia melanjutkan, kekisruhan yang saat ini terjadi di Papua, akibat macetnya saluran komunikasi antara rakyat Papua dengan pemerintah pusat. “Dialog Papua-Jakarta tak pernah terealisasi, sehingga komunikasi tersumbat,’’ paparnya.
BIN: Penembakan di Papua Politis
Sebelumnya Kepala Badan Intelijen Negara Letjen Marciano Norman mengatakan, serentetan penembakan terhadap warga sipil maupun aparat penegak hukum di Papua dan Papua Barat memiliki muatan politis. Ada keterkaitan antara penembakan oleh orang tak dikenal dengan Organisasi Papua Merdeka.
“Ada link politik antara mereka yang ingin Papua merdeka dengan kelompok bersenjata sekarang. Mereka juga ingin menarik jurnalis asing untuk minimal menulis tentang itu,” kata Marciano kepada para wartawan di Jakarta, Senin (11/6/2012).
Marciano juga menduga, kelompok bersenjata ini ingin menarik perhatian kelompok hak asasi manusia internasional. Mereka ingin mencitrakan seolah-olah ada pelanggaran HAM berat di Papua dan Papua Barat. Padahal, klaim Marciano, situasi di Papua saat ini aman dan kondusif.
Mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden ini meminta masyarakat harus turut mendukung aparat penegak hukum yang tengah melakukan sweeping kepemilikan senjata ilegal. Masyarakat diminta tidak bersikap apriori. “Kita tidak bisa menyerahkan ini kepada Polri saja,” kata Marciano.
Penembakan oleh orang tak dikenal kembali terjadi di Papua, Minggu (10/6/2012) pukul 21.15 WIT. Seorang satpam Mall Abepura, Tri Surono (35), tewas ditembak di depan Universitas Cendrawasih. “Penembakan ini adalah bukti kuat bahwa kelompok bersenjata sudah mulai melakukan teror di kota,” kata Marciano mengomentari penembakan ini sebagaimana dilansir media online kompas.com.( binpa )
0 komentar:
Posting Komentar